You are currently viewing RELASI MEMBUMI “DEMA FUAD IAIN PONOROGO X DEMA FUPI UIN SUKA YOGYAKARTA”

RELASI MEMBUMI “DEMA FUAD IAIN PONOROGO X DEMA FUPI UIN SUKA YOGYAKARTA”

demafuad.iainponorogo.ac.id – Minggu, 3 Oktober 2021, DEMA FUAD IAIN Ponorogo menggelar diskusi virtual bertajuk RELASI MEMBUMI “DEMA FUAD IAIN Ponorogo X DEMA FUPI UIN SUKA Yogyakarta” dengan mengangkat judul “Peran Organisasi dalam Mewujudkan Kampus Responsive Gender”.  

Acara dimulai sekitar pukul 14.20 WIB oleh Hanifa Munandra, selaku pembawa acara pada siang hari itu. Pertama, acara dibuka dengan membaca surat al-Fatihah secara bersama-sama, dilanjutkan dengan menyanyikan lagu ‘Indonesia Raya’, kemudian sambutan-sambutan. Sambutan pertama disampaikan oleh Ketua DEMA FUAD IAIN Ponorogo, Fahad Ulin Nuha. Dalam sambutannya, poin penting yang hendak dicapai dari adanya diskusi virtual RELASI MEMBUMI ini adalah, terjalinnya kerjasama atau relasi yang semakin erat antar organisasi kampus di Indonesia, khususnya yang sedang kita lakukan saat ini, yaitu dengan DEMA FUPI UIN SUKA Yogyakarta. Ia juga mengharapkan dukungan dari berbagai pihak dalam menjalankan segala acara serupa yang mungkin akan ada lagi di masa mendatang.

Sambutan Ketua DEMA IAIN Ponorogo dan Ketua DEMA FUPI UIN SUKA Yogyakarta

Berlanjut kepada sambutan kedua yang disampaikan oleh Ketua DEMA FUPI UIN SUKA Yogyakarta, Kirwan. Dalam sambutannya, ia menyampaikan bahwa diadakannya acara yang bertemakan kesetaraan gender seperti ini adalah sebuah hal yang sangat baik. Mengingat, perdebatan mengenai hal tersebut masih belum menemui titik terang antara perempuan dan laki-laki itu sendiri. Namun, dari tahun 2019 sampai saat ini posisi perempuan sudah bisa menempati bagian penting di dalam sebuah kepemerintahan sebanyak 20,5%. Dengan hal itu, hubungan silaturahmi antara Dema FUPI UIN SUKA dan DEMA FUAD IAIN Ponorogo melalui acara ini bisa menumbuhkan sifat responsif adanya ketimpangan gender.

Setelah sambutan selesai, masuklah kepada acara inti, yaitu diskusi virtual RELASI MEMBUMI. Wakil Ketua DEMA FUAD IAIN Ponorogo, Ananda Erliyana Putri, ditugaskan untuk memandu jalannya diskusi virtual pada acara kali ini. Narasumber pertama adalah, Ibu Isnatin Ulfah, M.H.I selaku Kepala PSGA IAIN Ponorogo.

Materi 1 oleh Isnatin Ulfah, M.H.I selaku
Kepala PSGA IAIN Ponorogo

Beliau memaparkan materi mengenai kampus responsive gender. Apa yang sudah disampaikan oleh beliau sangatlah luar biasa, namun yang perlu kita garis bahwahi dan jangan sampai dilupakan adalah, perkara “apa yang harus dilakukan oleh mahasiswa dalam mewujudkan kampus yang responsive gender?”. Beliau menyebutkan bahwa, pertama adalah dengan memulai dari diri sendiri untuk tidak melakukan gender inequality. Kedua, sedapat mungkin untuk terlibat dalam proses pembelajaran dengan dosen secara egaliter. Ketiga, sebisa mungkin juga terlibat dalam penyusunan anggaran melalui ormawa. Keempat, memahami isu gender secara aktif, baik dalam pembelajaran, penelitian, kegiatan kemahasiswaan dan lain sebagainya.

Beliau mengingatkan bahwa kesetaraan adalah pemberian hak dan kewajiban secara proporsional. Pada akhirnya beliau memberikan closing statement­-nya, yaitu “mulailah dari diri sendiri”. Kita diminta untuk memulai segala sesuatu dari diri kita sendiri terlebih dahulu.

Kemudian, berganti kepada pemateri selanjutnya yang akan disampaikan oleh narasumber kedua, Ibu Nur Afni K, M. Sos selaku Ketua Rumah Gender UIN SUKA Yogyakarta. Materi kedua dimulai sekitar pukul 15.45 WIB. Beliau memaparkan materi mengenai kasus kekerasan seksual.

Materi 2 oleh Nur Afni K, M.Sos selaku
Ketua Rumah Gender UIN SUKA Yogyakarta

Pertama-tama, narasumber memaparkan kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di beberapa lingkungan kampus di Indonesia. Tidak sedikit kasus kekerasan seksual yang terjadi khususnya di lingkungan kampus. Dan tidak sedikit pula orang yang belum mengetahui dan memahami “apakah kekerasan seksual itu”. Kebanyakan mungkin secara tidak sadar menganggap biasa perilaku kekerasan seksual atau dengan kata lain menormalisasikan hal tersebut. Kasus kekerasan seksual bisa terjadi karena mindset pelaku, bukan karena penampilan atau tubuh korban. Secanggih apapun peraturan perundang-undangan, jika korban tidak berkehendak untuk menuntaskan permasalahan kekerasan seksual yang sedang terjadi kepadanya, maka kasus-kasus kekerasan seksual tidak akan pernah berhenti.

Teriakan kesetaraan gender akan dapat segera terwujud jika dibarengi dengan ambisi atau tindakan nyata. Maka keterlibatan mahasiswa sendiri mutlak diperlukan, karena mereka memiliki relasi yang setara dengan korban, jadi yang menangani kasus kekerasan seksual tersebut adalah para mahasiswa.

Pada akhir paparannya, beliau memberikan closing statement, bahwa “penghapusan kekerasan seksual di ranah kampus adalah tugas dan tanggung jawab kita bersama.” Sebelum acara ditutup, peserta diarahkan supaya menyalakan kamera untuk sesi foto bersama, setelah itu acara diakhiri pada sekitar pukul 17.00 WIB.

Penulis : Tsania Nadzifah Hilmie Mahasiswa Jurusan  IAT