Puing-Puing Hitam September
Di bulan kelam, di ujung malam
Suara jeritan menggema
Darah mengalir, membasahi bumi
G30S merobek nyawa, merenggut mimpi.
Bayang gelap berkerudung nista
Di tanah yang dulu bersatu padu
Tiba-tiba retak, penuh nestapa
Sesama saudara saling memadu duka.
Malam itu sunyi, tapi penuh dosa
Langit tak bicara, hanya menyimpan rahasia
Para pahlawan hilang, terkapar di tanah kering
Di balik senyum dingin pengkhianat yang licik.
Kudengar tangis ibu di sudut rumah
Memanggil anaknya yang tak pernah pulang
Menyebut nama dalam desah pilu
Di tengah gaduh senapan yang merobek waktu.
Apa arti darah yang tercurah di sini?
Apa arti kebencian yang merasuk di hati?
Sejarah mencatat dengan tinta merah
Menyisakan luka yang tak mudah lelah.
Namun di balik awan gelap yang pekat
Ada cahaya kecil yang takkan padam
Dari perjuangan, dari persatuan yang kembali erat
Menghapus getir di lorong hitam kelam.
Kita adalah bangsa yang bangkit
Dari bara luka menuju cahaya
G30S, pelajaran pahit masa lalu
Agar kita tahu, betapa mahalnya harga sebuah persatuan.
Di tanah ini, di langit yang sama
Mari kita berdiri, menjaga bangsa
Jangan lagi terulang sejarah kelam
Di tanah pusaka yang kini merdeka.
Puisi ini adalah refleksi atas tragedi G30S/PKI, sebuah peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia yang menyisakan luka mendalam. Ini menjadi pengingat akan pentingnya persatuan dan kewaspadaan terhadap ideologi yang merusak bangsa.